Jumat, 05 Desember 2008

TV LOKAL?

TV LOKAL?

Komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia yang lahir bersamaan dengan mulai digunakannya alat-alat mekanik, yang mampu melipatgandakan pesan-pesan komunikasi. Dalam sejarah, publisistik dimulai satu setengah abad setelah ditemukannya mesin cetak oleh Johannes Gutenberg. Sejak itu dimulai suatu zaman yang dikenal dengan zaman publisistik atau awal dari era komunikasi massa. Sebaliknya, zaman sebelumnya dikenal sebagai zaman prapublisistik. Istilah publisistik sering dipakai dalam arti yang identik dengan istilah komunikasi massa.
Pada jaman dahulu sebelum abad ke 20, alat komunikasi massa masih berupa surat kabar, buku-buku, majalah, brosur dan media cetak lainnya. Namun ketika memasuki abad ke 20, dimana saat itu film dan radio sudah mulai marak, televise juga mulai menyusul.
Televisi saat ini merupakan sarana elektronik yang paling digemari dan dicari orang. Untuk mendapatkan televisi tidak lagi sesusah zaman dahulu, dimana perangkat komunikasi ini adalah barang yang langka dan hanya kalangan tertentu yang sanggup memlilikinya. Saat ini televise telah menjangkau lebih dari 90 persen penduduk di Negara berkembang. Televisi yang dulu mungkin hanya menjadi konsumsi dan umur tertentu, saat ini sudah bisa dinikmati dan sangat mudah dijangkau oleh semua kalangan tanpa batasan usia..
Siaran-siaran televisi akan memanjakan orang-orang pada saat-saat luang seperti liburan, sehabis bekerja bahkan dalam suasana bekerjapun orang-orang masih menyempatkan diri untuk menonton televisi. Suguhan acara yang variatif dan menarik membuat orang tersanjung untuk meluangkan waktunya duduk didepan televisi. Sebagian dari mereka rela meninggalkan kewajibannya hanya sekedar menonton tayangan atau artis favoritnya di depan layar kaca. Namun dibalik itu semua dengan dan tanpa disadari televisi telah memberikan banyak pengaruh, baik itu positif maupun negatif dalam kehidupan manusia baik anak-anak maupun orang dewasa.
Tak dapat dipungkiri, hanya dengan menonton televise kita bisa melihat peristiwa-peristiwa yang terjadi baik dalam maupun luar negeri, seperti tragedy gempa bumi, kriminalitas , olahraga, dll. Dengan adanya media televisi, dunia terlihat semakin kecil dari sebelumnya dan wawasan kita menjadi semakin luas. Selain itu, televisi juga memberikan hiburan dengan acara-acara yang disajikan seperti film, musik, gossip, sinetron, kuis, lawak, dll.
Akan tetapi tanpa kita sadari, televisi telah banyak menggeser budaya-budaya local. Televise yang seharusnya dibuat dan dirancang sebagai pendukung moral dan budaya, pada kenyataannya tidak demikian yang terjadi. Televise telah menjadi pusat komersial nomor satu. Acara-acara dikemas untuik dijual ke public. Kemasan acara-acara menjadi persoalan selera bagi beberapa produser atau pihak stasiun televise. Bagi mereka, yang terpenting adalah ratting acara tetap tinggi tak peduli apakah acara tersebut dapat merusak moral ataupun menggeser budaya-budaya local yang ada. Tak peduli siapa, dimana, kapan dan dampak apa yang terjadi.
Sehingga bukan hal yang mengejutkan, bila anak berumur 7 tahun bisa menyanikan lagu-lagu berbahasa asing dibandingkan lagu-lagu yang berasal dari daerahnya sendiri. Ribuan orang tahu berita tentang kemenangan tim Manchester United dalam pertarungan bola dunia, namun ia tidak mengetahui peristiwa dan perkembangan yang terjadi di daerahnya. Banyak kalangan anak muda yang mahir berbahasa asing, namun dirinya tidak bisa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar apalagi menggunakan bahasa daerahnya seperti bahasa Jawa, bahasa Madura, bahasa Padang, dll. Banyak oirang utamanya anak muda yang memuja-muja dan mengelu-elukan bahkan hafal artis-artis dari luar negeri, tetapi mereka tidak hafal atau bahkan tidak tahu para pahlawan yang berjasa untuk negara yang ditempatinya saat ini. Keadaan seperti ini sangatlah tragis.
Mengikisnya nilai budaya pada saat ini memang butuh perhatian ekstra, apalagi budaya bahasa daerah. Bahasa yang dikenal sebagai bahasa ibu sudah kehilangan pamornya. Media yang saat ini bisa menghipnotis para audiencenya, sangat berperan penting dalam mengukuhkan dan melestreaikan budaya yang ada di negara kita. Mengingat banyaknya ragam budaya yang ada di Indonesia.
Adanya televise local memang sangat dibutuhkan untuk menunjukkan eksistensi dari suatu kebudayaan yang ada di negara kita. Beragam tayangan yang ditawarkan, mulai dari hiburan, berita, infotainment, dan iklan. Namun kesemuanya masih dalam lingkup daerahnya. Hal ini tak lain bertujuan untuk menyelamatkan kebudayaan kita yang hamper punah. Seperti halnya televisi local yang berada di Jawa Timur yaitu PT. Jawa Pos Media Television yang disingkat JTV. Salah satu perusahaan televise local terbesar di Indonesia. Untuk mempertahankan eksistensi kebudayaan local di Jawa Timur, televise ini hadir dengan beragam tayangan yang mengusung nilai-nilai budaya yang berada di Jawa Timur. Mulai dari segi tampilan, jargon, program acara hingga bahasa yang digunakan yaitu bahasa-bahasa yang banyak digunakan di daerah Jawa Timur.
Beragam tayangan yang disajikan dengan mengangkat budaya khas Jawa Timur, seperti halnya program Cangkru’an yang diambil dari istilah bahasa Surabaya dengan pembicara orang Suroboyoan. Program Ludruk Kartolo, Pari’an Kidungan Rek, serta bebrapa program acara berita yang disiarkan dalam 3 bahasa yang biasa digunakan di Jawa Timur. Yaitu Program siaran berita Pojok Kulonan yang menggunakan bahasa Jawa kulonan ( bahasa Jawa halus) yang mengangkat berita sekitar daerah Blitar, Ponorogo, Madiun, Bojonegoro, dll. Program siaran berita Pojok Kampung yang mengangkat berita berbahasa khas Suroboyo-an dari daerah Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Malang, dll. Serta program siaran berita Pojok Madura yang menggunakan bahasa Madura dan mengangkat berita-berita dari Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep, Probolinggo, Jember, Pasuruan, dll.
Program siaran berita Pojok Madura, yang merupakan program acara berita pertama kali di televise yang menggunakan bahasa Madura dan berita-berita yang disajikan merupakan berita atau peristiwa yang terjadi di daerah Madura itu sendiri. Acara ini memang mempunyai daya tarik tersendiri. Mengingat betapa banyaknya penduduk di Jawa Timur yang menggunakan bahasa Madura. Selain acaranya sangat menarik, acara ini juga dibutuhkan bagi sebagian besar orang yang tinggalnya masih di darerah pedalaman. Karena mayoritas penduduk Madura yang berada di daerah pedalaman belum bisa menggunakan dan mengerti bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Bahasa yang kita gunakan sehari-hari merupakan sebuah symbol dalam kita bergaul dengan orang lain. Tak masalah bahasa apa yang akan digunakan, asal komunikasi yang kita gunakan bisa berjalan efektif. Namun sebagai bagian dari bangsa Indonesia, wajib bagi kita untuk melestarikan kebudayaan yang ada. Melalui media yang saat ini sangat dekat dengan kita, yaitu televise diharapkan dapat mengembalikan perannya yaitu sebagai pendukung moral dan budaya.